Friday, June 17, 2016

Kembara


Lampaui episode hidup
Kelana ruang dan waktu
Sejauh mana pergimu
Kembali ke jiwa dalam diri

Terang gelap sepanjang jalan 
Terasa berliku karena tidak berkompas
Jalan lurus yang ku pilih
Kutuju titik cahaya menjanjikan

Hauskah diriku?
Ilmu terus kucari
Lelahkah diriku?
Iman yang membantuku kuat

Belahan dunia manapun
Ladang pengasahan kalbu
Petik semua bunga tercantik
Menjadi pengharum hidupmu kelak

By : tanitam@160617

Saturday, June 4, 2016

Karpet

Tinggal di negara tropis seperti Indonesia khususnya kota Jakarta pilihan untuk memiliki karpet bukan impian utama. Kecuali kalau rumah kamu full AC dan tidak terletak dekat dengan jalan raya yang berdebu. Atau ... karpet menjadi perlu untuk digunakan pada acara khusus seperti pengajian atau acara lesehan lainnya (bisa tergantikan oleh tikar ;) )

Berangkat dan tinggal 3 tahun ke negara gudangnya karpet, niat utama yang ditanamkan adalah, jangan sampai beli karpet, karena tidak akan banyak manfaatnya kalo dibawa pulang.

Nampaknya benar juga teori 'Law of Attraction'. Walau kamu mengatakan tidak, namun sebenarnya ada daya tarik untuk memikirkannya. Karpet ooh karpet, di negara Bulan Sabit Bintang atau negara Turki ini begiiiiituuuu indahnya, corak, warna dan kehalusannya..... bikin hati kepincut.
Satu helai, dua helai, tiga helai..... dan akhirnya ber-helai-helai yang kita bawa pulang 3 tahun kemudian.
Dengan seiringnya waktu, pengetahuan tentang kualitas dan asal daerah karpet bertambah.



Mungkin sama sensasinya seperti kamu belajar tentang Batik. Akhirnya pengetahuan kualitas, kehalusan dan kerumitan pembuatan, akan menjelaskan mengapa satu helai mahal harganya.


Demikian pula dengan carpet hand made atau machine made, kamu akan bisa membedakannya setelah benar-benar  mendalaminya.


By : tanitam@160309

Party is over

     Tiba kembali di Canberra sepulang dari Jakarta di awal Juni 2016, ada kesan bahwa 'Pesta sudah Usai'.
Mengapa demikian? ... karena kudapati pohon di sepanjang jalan dekat rumah sudah mulai gundul.





     Sepanjang tahun, ada 4 musim di Canberra. Boleh dibilang setiap musim mempunyai keunikan masing-masing. 
Buat saya Autumn adalah musim yang paling meriah seperti sebuah perayaan pesta besar dan membuat saya baper.
Dimulai dari pertengahan April, dedaunan mula berubah sarna. 
Tidak cantik....... namun cantiiiiik sekali. 






Ketika tiada kata yang dapat mewakili ungkapan perasaan, semoga foto-foto di atas bisa membantu mengekspresikannya.

*Baper = Bawa Perasaan
Foto-foto di atas adalah hasil bidikan pribadi penuh perasaan cinta yang berbunga-bunga 

By : tanitam@160604


Tuesday, May 3, 2016

Jalan Pagi dan Kayu Putih

Canberra dan Alam Sutera, tempat buat olah raga.


Rute jalan dan lari pagi di sekitar rumah adalah rute yang paling mudah buat saya, cepat, dekat dan memenuhi persyaratan keselamatan. Selain melewati perumahan rute ini juga melewati mall dan lingkungan sekolah yang sangat luas di lingkungan kami.
Jalur pejalan kaki dan sepeda disediakan khusus, menunjang kenyamanan kita berolah raga.



Dalam kerutinan menelusuri rute, kadang hal-hal kecil dapat memicu ingatan yg sama utk 2 tempat berbeda. 
Ketika jalan di taman/hutan kecil di Canberra bisa serasa persis dengan jalan pagi di kerumunan anak sekolah di dekat rumah, yang mau masuk sekolah.
Sama-sama bau minyak Kayu Putih/Eucalyptus. 

Canberra

Bedanya adalah yang saya hirup di Canberra adalah langsung dari pohonnya. Dimana ada ratusan jenis pohon kayu putih atau istilah lokalnya Eucalyptus, yang tumbuh di daratan Australia. Di jalur rute jalan saya di Canberra teduh dengan jejeran pohon Eucalyptus, jadi aroma bau yang semerbak menyegarkan ini dapat langsung diidentifikasi. 



Alam Sutera

Yang saya hirup di kerumunan anak-anak sekolah adalah bau minyak olesan kayu putih. Bau khas anak-anak setelah mandi, dari kebiasaan sebagian besar orangtua mengolesi anak-anak mereka agar badan tetap hangat secara turun menurun. 

Sama-sama terasa segar, buat saya dalam sekejap memicu ingatan terhadap 2 tempat yang jaraknya terpisah jauh.



By : tanitam@160503

Sunday, May 1, 2016

No Gadget Today


Hidup dirantau, melewatkan waktu dengan gadget, menjelajah dunia maya seharian tidak mengganggu kehidupan sosial. Waktu balik ke tanah air, terbiasa ber-gadget ria, aku merasa sangat tidak sopan. Kurang ngobrol dengan keluarga, kurang ngobrol dengan orangtua, kurang ngobrol dengan supir ataupun anak-anak secara langsung.

Berniat mengurangi prosentase penggunaan gadget, aku membaca buku di kemacetan. Terasa benar lebih bisa fokus tanpa terganggu notification.
Ha ha ha..... hanya terasa ganjil, jempol jadi berasa kurang bergerak.



By : tanitam@160502

Wednesday, March 30, 2016

Lupa konsentrasi

     "Anda senang tinggal di Fiji?" tanya supir taksi dalam perjalanan pulang ke penginapan di Suva.
"Saya senang sekali, terutama karena keramahan penduduknya yang selalu tersenyum," jawab saya tulus.
"Anda juga memiliki senyum lebar yang cantik," sambungnya.
"Di Fiji semua senang karena hidup mudah dan santai."
Saya setuju dengan ucapannya, tercermin dari sikap yang ditunjukkan penduduknya.

     Lampu lalu lintas berganti warna, dari merah menjadi hijau, namun kendaraan di depan taksi kami tidak nampak akan bergerak. "Diiiin...diiin...diiin!" Klakson sang supir menyalak galak.... "Orang-orang baru belajar naik mobil, tidak tahu aturan!!" Oops kemana tadi sikap santai nan ramah :)

     Rupanya mobil di depan, pengemudinya seperti sedang bertelepon.
Lanjutlah celotehan supir taksi, mengatakan jaman sekarang sambil mengemudi orang melakukan hal berbahaya, seperti ber-sms dan bertelepon. Saya meng-iya-kan saja.

     "Anda ke sini untuk liburan?" tanyanya melanjutkan obrolan kami. "Ya... semacam itulah," jawab saya.
"Bagaimana tentang cyclone yang baru-baru ini menyerang Fiji, apakah parah?" tanya saya.
"Kira-kira 2,5 jam dari Suva, kota yang terkena dampak parah." 
"Kebetulan saya baru dari sana dan punya beberapa foto yang saya ambil."
"Sebentar saya cari di mobile phone saya," sambil si supir sibuk menunjukkan beberapa gambar dari kota yang terdampak parah dari telepon genggammya.

     Woooo.....sementara saya di kursi penumpang hanya bisa senewen, takut dia menabrak, karena sibuk kasih lihat foto-foto tsb. He he he..... Saya hanya bisa ngebathin, barusan dia yang bilang jangan mengemudi sambil ber-sms atau telepone, sedangkan dia dengan kedua tangannya sibuk mencari foto untuk saya..... @/;?!!&@)(/-;



By: tanitam@160331

Tuesday, March 29, 2016

Ke Suva Point

     Jalan kaki selama 2,5 jam menyusuri kota Suva, sungguh menantang.
Awalnya hanya ingin memenuhi target bergerak harian dalam rangka menurunkan berat badan.
Berangkat dari Wisma Indonesia Suva, menuju pusat kota, namun belok ke Nabua karena ingin melihat pantai.


     Ternyata setelah sampai Nabua, dengan hasil googling, belok lah saya ke tempat wisata Suva Point Beach.


     Hanya bisa bersyukur kepada Allah SWT, keindahan alam pantai yang tidak semua orang dapat capai dan nikmati.

     Semua warga yang saya temui semua menyapa dan tersenyum.
'Bula', sapaan khas lokal.

     Sementara saya sedang merenung perjalanan dengan situasi menyenangkan pagi ini, tidak terasa sudah pukul 12.10. Sekelompok pekerja mendekati tempat saya berteduh, rupanya mereka bersama-sama juga ingin berteduh. Persiapan makan siang, membuka kaleng bean dan tuna untuk diracik ke roti panjang.
Sambil menawarkan untuk makan siang bersama, kami ngobrol ringan.
Sungguh bersahaja hidup di Fiji ini.

     Tadi pun saya disuguhi senyum lebar oleh sekelompok remaja putri yang sedang menikmati sepoi angin pantai.

     Bis kota yang saya temui di jalan tadi unik sekali, ada yang tanpa jendela.
Rupanya tarif yang dikenakan berdasarkan jauh dekatnya rute, untuk kira-kira perjalanan dengan waktu tempuh 8 menit biaya sekitar 70 sen uang lokal.

     Namun karena saya sudah cukup jalan hari ini, saya memutuskan untuk naik taksi kembali ke Wisma. Biaya sekitar 10 $ Fiji ( 1$ = Rp 6400 ). 
Hhmmm... mahal juga ya..


By: tanitam@160330