Sunday, December 8, 2013

Sarang Nyaman

Semua mahluk hidup ingin hidup nyaman. 
Burung membangun sangkar untuk membuat hidupnya nyaman,
Kelinci liar membuat lubang di semak untuk membuat sarang sebagai rumah tempatnya pulang. Binatang ternakpun dibuatkan kandang agar bisa nyaman.

Sebagai manusia tentulah rumah merupakan kebutuhan yang paling mendasar.
Bagaimana kriteria rumah nyaman bagi seseorang, tentulah berlatarkan gaya hidup dari yang bersangkutan.

Dalam rangka menciptakan rumah nyaman ini, bagi kami sang "penjelajah"' mau tidak mau terasah keahlian kami untuk menciptakan "sarang".
Bagaikan burung yang sarangnya selalu terhembus angin besar, maka tiap kali pula sarang akan dibangun kembali.
Begitulah kami, setiap mendapat amanah untuk bertugas di tempat baru, salah satunya adalah kembali untuk berjuang menciptakan sarang nyaman kami.

Minimal sudah 8 kali kami berpindah tempat, sebanyak 8 kali pula kami menata rumah yang berbeda. Seiring dengan tumbuhnya keluarga kami, berbeda pula kebutuhan standar nyaman yang kami ciptakan.

Sarang pertama yang kami ciptakan adalah rumah kontrakan di Perumahan Bukit Sejahtera, Palembang. Bagi pengantin baru, dengan rumah berkamar 3, pastilah terasa sanggat longgar. Ada beberapa cara kreatif yang kami ciptakan untuk memenuhi kebutuhan perangkat rumah. Seperti meja yang terbuat dari kardus kulkas terbungkus taplak meja, tempat nangkringnya TV 14" kami, sebelum akhirnya berganti wujud dengan kabinet yang sebenarnya.


"Rumah-rumahan" tempat bermain anak pertama kami adalah kardus bekas mesin cuci yang kami lubangi untuk pintu dan jendela. Bukan hanya si anak yang senang, kami pun bahagia. Walau sederhana, namun rumah-rumahan ini sanggup bertahan sampai Chani pun bosan bermain dengannya.



Ketika harus menumpang di rumah orang tua di Jakarta, karena suami bertugas di daerah operasi di Georgia, saya dan anak-anak menempati bagian atas rumah dan membangun sarang nyaman kami. Walau hanya ukuran kamar 3mx6m, buat saya saat itu sangat nyaman sekali. Selain terdapat barang-barang memorable dari masa kanak-kanak, saya dapat pula menikmati masakan mama, dan selalu berada dekat dengan orangtua.

Ke kota Palembang kembali, di akhir tahun 1997, kami menempati rumah dinas di jalan Hang Jebat.  Menata rumah yang berbeda dengan barang-barang lama dari rumah di Palembang sebelumnya, memerlukan tantangan sendiri. Kursi yang semula kami tata dengan bentuk 'L', di sini kami harus letakkan dgn bentuk 'U'. 
Nyaman? Sudah pasti lah!
Satu hal yang harus dilakukan di Palembang adalah menampung air sesuai jam gilirannya. Kebetulan kami selalu kebagian giliran jam 22.00. Rata-rata rumah di Palembang memiliki bak penampungan yang besar (pada masa itu). Jadi setiap jam tsb, kami mulai menyalakan pompa air untuk memenuhi bak penampungan air, guna konsumsi sehari. 



Keistimewaan rumah kami ini adalah berada di atas bukit kecil, sehingga dibandingkan dengan tetangga depan, kami harus menaiki 17 anak tangga untuk sampai beranda atau mendaki jalan mobil menuju garasi. (Pada Foto di atas, adalah pandangan dari teras rumah bukit kami) 


Selanjutnya adalah Jakarta, kali ini kami menempati rumah dinas mertua yang kebetulan kosong. Dengan bangunan yang sangat  besar dan terdiri dari 2 lantai, kami menempati kamar di lantai atas. Batasan nyaman yang kami ciptakaan hanyalah sebatas ruangan yang kami pakai. Karena walaupun penghuni rumah hanya kami berempat, namun penataan ruangan lainnya bukanlah kuasa kami. 
Di rumah ini pula kami melalui masa kekacauan kota Jakarta, dari peristiwa digulingkannya Presiden Suharto akibat dari gerakan reformasi. 
Setelah itu tibalah masa dimana nilai mata uang rupiah merosot dibandingkan dengan US dolar. Menjadi suatu kebetulan yang menguntungkan, tabungan dolar kami menjadi cukup untuk membeli rumah. Maka jadilah rumah impian kami, rumah milik sendiri yang dapat kami banggakan karena hasil keringat kerja yang selama ini kami simpan. 

Di  kawasan Alam Sutera Serpong, istana kami berdiri megah di tahun 1998. Rumah mungil berhalaman luas di belakang, saya tanami beberapa tanaman yang bermanfaat, seperti singkong, cabai dan lain2. Nyaman? Sudah pasti, karena anak-anak dapat bermain dengan leluasa di rumah ini. Juga sekolah yang hanya berjarak kurang dari 2 km, memudahkan aktivitas keluarga sehari-hari. Sempat menikmati selama 5 tahun di rumah ini, selanjutnya kami harus pindah ke kota Makassar.


Rumah Dinas yang cukup besar di Kota Makassar harus kami perbaiki sedikit. Lantai semen yang ditutupi karpet plastik, kami perbaharui dengan lantai keramik, cat rumah kami percantik dengan ornamen yang agak berbeda. Nyaman? Sangat nyaman! Mengingat kota Ujung Pandang tidak terlalu jauh jarak tempuh antar satu tempat tujuan ke tempat tujuan lainnya, sangat mendukung kenyaman hidup kami. Sayangnya... kami hanya dapat menikmati tinggal di kota ini selama 1 tahun 2 bulan. Cukup singkat namun sangat berkesan. Hampir setiap sore saya bisa bermain voli dengan ibu-ibu yang tinggal di asrama dekat rumah. Nilai plus yang saya peroleh, saya 'kuasai' bermain voli, walau tidak dapat dikatakan 'mahir'.

Ke Jakarta kami kembali, tepatnya ke rumah milik kami yang selanjutnya saya katakan 'home base'. Karena selama setahun suami saya harus menyelesaikan sekolah Pasca Sarjananya di Singapura.

Selanjutnya tahun 2005-2006, suami saya berdinas di Kota Surabaya. Walaupun tersedia rumah dinas, saya dan anak-anak tidak boyongan pindah ke kota ini, mengantisipasi perpindahan dinas yang berjangka waktu pendek. Namun ini semua tidak membuat saya lepas tangan dalam penataan rumah. Karena minimal 5 hari dalam sebulan saya pasti mendampingi suami di rumah ini. Pohon Mangga yang rimbun dan kicauan burung2 peliharaan juga meramaikan suasana rumah Surabaya ini. Lokasi melekat dengan kantor suami berdinas, membuat rumah di Surabaya ini cukup ramai. Masa dinas di Surabaya sama dengan masa dinas di Makassar yang hanya 1 tahun  2 bulan, selanjutnya suami berdinas di Sudan, tanpa membawa keluarga.

Kembali ke  'home base' di Jakarta,  saya dan anak-anak melanjutkan aktivitas rutin, anak-anak sekolah dan saya bekerja di kantor. Berlanjut sampai kira-kira tiga tahun.

Boyongan selanjutnya di tahun 2009, adalah ke Ankara, Turki. Di kota ini kami juga mendapat tugas untuk pembukaan kantor atau membangun kembali kantor perwakilan yang sudah tutup sejak tahun 1998. Pilihan pertama kami adalah menempati rumah apartemen. Apartemen yang kami tempati selama setahun ini luasnya 200m persegi, dengan jumlah 3 kamar serta ruang dapur yang luas serta lengkap dengan peralatan modern dan juga ruang keluarga yang nyaman ditambah 1 ruangan dengan istilah 'salon', dimana biasanya bagi orang Turki, di ruangan tersebut adalah ruang entertainment, tapi kami aktifkan sebagai ruang tidur tamu. 









Seiring dengan pemekaran kantor, setahun kemudian kami diharuskan pindah ke rumah bukan apartemen yang cukup representative. Rumah ini memiliki pekarangan cukup luas terdiri dari 3 lantai, plus 1 lantai basement. Dari pengalaman, selera, kebutuhan dan konsultasi dengan ahlinya, kami mendandani rumah megah tersebut dengan sentuhan Indonesia. Nyaman yang kami ciptakan diharapkan bukan hanya untuk kami sekeluarga, tapi nyaman juga bagi tamu-tamu kami yang terdiri dari teman-teman manca negara, dan teman-teman setanah air yang sedang berada di Ankara. 




Saya menyukai taman di halaman depan karena ada bunga Tulip yang siap bermekaran di tiap akhir bulan Maret. Tahukah anda, bunga Tulip akan bermekaran dengan indahnya, apabila tunas yang berbentuk seperti bawang bombay sudah tersentuh lelehan air salju.



Keistimewaan lainnya adalah ada lift di dalam rumah, memudahkan kebutuhan transportasi vertikal. 
Dengan 6 kamar di dalamnya, memungkinkan kami menampung tamu yang perlu bermalam.

Melalui 4 musim selama 3 kali, waktunya kami kembali ke tanah air, ke 'home base' kami. 
Rupanya untuk rumah yang ditinggal pemiliknya selama 3 tahun, walau ada penjaga rumah, perbaikan di beberapa tempat sangat diperlukan untuk mengembalikan  kenyamanannya. Sementara renovasi rumah dilaksanakan, kami mengontrak di cluster lain masih di daerah Alam Sutera, selama 9 bulan.
Sebentar saja, tapi tetap memerlukan tenaga dan pikiran untuk menciptakan sarang nyaman.

Selanjutnya, kami menikmati 'our new home base'. Perlahan kami lengkapi sesuai kebutuhan kami, sekalian mensortir barang-barang lama kami yang sudah tidak kami pakai. Satu ruangan yang sangat saya banggakan adalah ruang 'powder room', dimana kami memasang dinding keramik dekorasi khas Turki di ruangan tersebut. 
 Alhamdulillah, kami dapat menempati rumah kami tersebut selama 4 bulan, sebelum kami harus membangun sarang berikutnya di Surabaya karena perpindahan dinas suami, awal bulan November 2013.


Inilah cara kami sang penjelajah membangun sarang nyaman. Lelah? Tentu saja tidak! Semangat selalu ada, hanya saja sayangnya dengan berlalunya waktu, kami harus bersedia tinggal berdua, disebabkan kedua anak kami yang sebelumnya selalu mengikuti kemanapun kami pergi, harus menetap untuk menyelesaikan studi mereka di kota yang berbeda. 

Di rumah Surabaya ini nyaman yang perlu kami garis bawahi, sama seperti di tempat lainnya selain kota Jakarta, adalah tempat aktivitas yang sangat berdekatan. Waktu satu hari dapat kami manfaatkan dengan sangat efisien.


Layaknya cerita bersambung yang masih berlanjut, kami juga selalu menunggu lanjutan ceritanya..... setelah ini rumah nyaman yang model seperti apa lagi yang akan kami tempati berikutnya. 

By: tanitam@131211