Wednesday, November 19, 2014

Sudah 'membaca' apa hari ini?

Di pagi hari yang basah akibat hujan semalam, tetesan embun dari pohon yang tinggi, jatuh tepat di pergelangan tangan kananku. Saya tersenyum dan sedikit tertawa senang ketika menyadari itu. Mengapa tertawa? Karena memang sedang 'membaca' skenario Allah yang sudah 'menuliskan' bahwa tetesan itu akan jatuh di lengan kananku, bukan di bahu kiriku.

Dalam menghabiskan putaran 5 km lari pagiku, semua orang terlihat tanpa baju ketika saya 'membaca' bahwa semua orang adalah mahluk Nya, baik orang yang sedang berjalan, naik mobil, naik motor atau yang sedang olah raga lainnya. Tidak ada dasar apapun buat saya untuk menilai mereka karena saya hanya melihat semuanya adalah mahluk Allah yang sama. Hanya Allah yang dapat menilai. Tapi ketika logikaku mengambil dominasi penglihatan, dalam sekejap mereka berubah menjadi si Tukang sapu, Pelajar, Tukang Ojek, Pengusaha, Ibu rumah tangga, si 'kaya' atau si 'miskin', si cantik, si pendek atau si tinggi. Apakah saya perlu melabelkan setiap orang, dan mengabaikan waktu yang lebih berguna untuk meningkatkan ketaqwaaan diri kepada yang Maha Kuasa?


Membaca tanpa harus memegang buku, membaca dari setiap kejadian, membaca untuk lebih mendekatkan dengan Nya. Membaca untuk meningkatkan ketaqwaan. Membaca untuk lebih pintar dalam merasa. 

Inilah catatan hati untuk lebih memaknai perintah Iqro! Bacalah!



Sunday, July 20, 2014

Mamaku mengemasnya tanpa kotak

     Mamaku jago masak. Mulai dari roti, kue kering sampai bubur Menado. Mulai dari cheesecake, ayam isi dibulu sampai dengan pizza. Mulai dari goulash soup, lasagna sampai dengan puding caramel. Kamu sebut saja makanan lokal atau makanan internasional, dengan mudah mamaku mengolahnya dengan sempurna. Entah, mungkin  ada sense indicator di lidahnya yang membuat semuanya jadi pas. Terbiasa dengan masakan mama di rumah, membuatku mempunyai selera makan yg cukup mendunia dan berani mencoba semua jenis masakan.

     Selalu ada alasan buat mama untuk mengundang makan kerabat ke rumah. Dengan demikian mama bisa beraksi di dapur dengan segala menu yang akan disajikannnya di meja. Tidak ada hari ulang tahun kami, anaknya yang 4 orang, yang tidak dirayakan setiap tahunnya, berikut ulang tahun papa dan mama sendiri. Belum lagi hantaran untuk dibawa ke tempat kerabat yang punya hajatan, mama tidak pernah pergi ke suatu acara dengan tangan kosong. Ada saja makanan panas atau puding dan kue hasil karya dapurnya yang dibawa. Dan saya teringat, dulu papa suka  complain apabila aroma makanan yang melekat di mobil sampai beberapa hari, karena tumpah waktu dibawa.

     Perayaan Lebaran di rumah oma di Petojo untuk keluarga besar Tamimi dari papa, menu ketupat lengkap dengan sayur dan rendang dari dapur mama, turut memeriahkan meja saji di Hari Raya setiap tahunnya. Perayaan Hari Natal di rumah opa Piay untuk keluarga besar dari mama atau di beberapa tahun terakhir perayaan tiap tahunnya dirayakan di rumah mama, selalu ada menu nasi bungkus daun khas Menado, ayam Tuturuga dan ikan Rica-rica.
Ya.... mama selalu bisa mengatur waktu untuk memasak di setiap kesempatan. Baik pesta kecil atau pesta besar. Kalau menu yang akan disajikan bermacam-macam, mulai 2 hari sebelumnya, untuk menu dessert sudah mulai disiapkan. 

     Melihat dari ritual perayaan hari besar yang selalu sama bobot perhatiannya oleh mama untuk menyiapkan hidangan itulah, mengajari aku akan sikap toleransi yang besar. Tidak ada batasan kepada siapa kita mau berbuat baik atau bersedekah. Dalam kehidupan mama tidak pernah mengajarkan kami untuk memilah-milah kelompok. Banyak contoh baik yang selalu aku ambil dari tauladan mama. Setiap bulan Ramadhan, mama menemani kami yang bersahur. Setiap hari Minggu pula mama tidak pernah absen beribadah. Banyak keluarga atau kerabat yang kurang beruntung menjadi target mama untuk beramal. 

     Sejak kecil kami tidak dikenalkan untuk berprasangka negatif. Selama kita punya kegiatan atau niatan positif, insya Allah efeknya pun positif bagi semua golongan. Teringat ketika di antara kami ada yang bertengkar, maka mama akan menyanyikan lagu ciptaan mama sendiri, yaitu "Damai di bumi." Berlanjut lagi setelah kami masing-masing sudah mempunyai anak, cucunya oma pun akan dinyanyikan lagu yang sama bila bertengkar. 

     Universal, jangan dikemas dalam kotak, akan menyempitkan kita dalam bersosialisasi. Hubungan antar manusia sebaiknya bebas tanpa batasan, sehingga tidak mengecilkan ruang bergerak dan cara berpikir kita. Aku percaya, bisa berada di sini, baik secara bathin dan spiritual karena mama yang hebat yang telah membesarkanku. Bathinku kaya karena terbiasa dengan perbedaan. Sedangkan keyakinan spiritualku adalah hal unik yang terbentuk dari perjalanan hidupku, sedari lahir, tumbuh berkembang dan dewasa. 

     Terima kasih ya Allah



In memory of my mother, Betty Piay Tamimi
9 Januari 1937 - 12 Juli 2014

by: tanitam 140719

Saturday, June 28, 2014

Di Balik Hujan

Tidak tenang hatiku mendengar hujan deras dan petir menggelegar sejak dini hari ini. Terbayang taksi yang belum kupesan semalam karena kutunda untuk dikerjakan pagi ini. Terbayang kemacetan yang akan menghadang di perjalanan menuju bandara nanti. Terbayang juga barang-barang yang akan dibawa belum terkumpul dalam koper. Penuh sesak kepala ini dengan pikiran yang menakutkan, takut ketinggalan pesawat ke Surabaya.

Bangun, langsung telpon untuk pesan taksi.....sibuk .....nada sibuk terus. Waaah bagaimana ini. Bangunin Chani supaya tidak terlambat, karena hujan masih terus turun di luar sana, tapi supir yang biasa mengantarnya belum datang juga.

Bangunin Yosi, dengan alasan yang sama, hanya dia agak siang jam kuliahnya.

Antar Chani ke lantai bawah, karena perlu bantuan bawa koper untuk kost di rumah tante Maya. Tapi supir belum datang juga. Harus maklum, karena hujan lebat memang bukan main di luar sana. 

Akhirnya datang, pak supir, kasihan, basah kuyup. Walau agak telat, berangkat juga  naik mobil menuju tempat aktivitasnya.

Kembali ke lantai atas untuk mencoba menghubungi taksi lagi, sibuk....nada sibuk terus..... Aarrrgh, apakah aku harus berjalan kaki ke bandara?

Okay.... harus tetap tenang dan berpikir satu persatu. 

"Kalau mama enggak dapat taksi, biar kuantar, ma," Yosi menawarkan diri, walau dia ada kuliah pagi ini. Agak teredam panikku, mendengar tawaran tersebut. Tapi kasihan kalau dia sampai tidak masuk kuliah hanya karena mengantarkanku.

Sebaiknya aku mandi dulu. Sambil dandan mencoba telpon taksi lagi..... masih nada sibuk. Baru kusadari korelasi antara hujan deras dengan sulitnya menghubungi taksi. Menyesal tidak kulakukan hal ini semalam. Beresin koper dulu deh. 

"Ma, jalanan di depan kompleks banjir," laporan pandangan mata Chani per telepon. Hai...bisa enggak berangkat nih kalo tambah tinggi airnya.

Coba telepon taksi lagi, ......yeaaayy, akhirnya dapat juga saya pesan taksi. Masih ada setengah jam lagi sebelum taksi datang.
Yosi pamit berangkat kuliah. "Terimakasih ya, Yos, atas kebaikan hatimu menawarkan jasa dan sedia berkorban." 

Masih ada waktu untuk membereskan, mengatur keperluan rumah dan mendelegasikan kepada asisten rumah tangga, sebelum berangkat. Done!

Jam 8, waktunya berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta. Hujan masih turun deras. 
"Selamat pagi, bu," sapa supir taksi dengan ramah. 
"Selamat pagi, ke bandara ya , pak." 
"Baik bu, ibu pilih lewat mana?" 
"Lewat manapun yang enggak pake macet, pak." 
"Kita lewat tol aja ya, bu."
"Kenapa bapak milih jalah itu, alasannya?"
"Kalau saya disuruh spekulasi, saya milih jalan itu bu, kalau lewat belakang saya enggak jamin hambatannya dalam keadaan hujan begini."
"Oke, silahkan, pak," saya percaya saja, karena kan supir taksi yang paling tahu situasi di jalan. Hujan masih turun saja. Istilah kebanyakan orang, hujannya awet.
Hati masih juga gelisah karena ketidaktahuan tentang situasi jalan ke bandara.

Sambil di jalan, ngecek keberadaan anak-anak.

Selama di perjalanan, sempat macet di 2 titik. Beruntung, dengan kelihaian sang supir, dapat berkelit juga mengatasi simpul-simpul tersebut. 

Di bayang-bayang jalanan dan pepohonan yang masih basah di luar kaca jendela mobil taksi, saya mulai merenung dan menenangkan diri. Cuaca hati terbentuk karena faktor luar. Menyesal... beberapa pekerjaan saya tunda semalam, berakibat persiapan yang terburu-buru dengan adanya variable tambahan berupa hujan deras. 


Menarik nafas panjang dan menghelanya, ternyata kapanikan tidak perlu berlanjut, karena sebetulnya saya sudah mengambil toleransi waktu yang cukup untuk membuat saya tidak terlambat sampai di bandara. 


Hujan adalah hujan, mau deras atau berangin sudah berlangsung sejak dahulu kala. 

Saat yang tidak tepat menurut waktu kita, belum tentu bagi orang lain. Kalau hujan adalah salah satu variabel hambatan buat kamu, dengan perhitungan yang penuh toleransi pasti dapat kau atasi. Jadikan pengalaman rutin sebagai guru bagimu, tapi jangan pernah salahkan hujan untuk hari tak biasamu.

By : tanitam 140602