Monday, January 5, 2015

Aku dan Puisiku

     Mau dipaksa bagaimanapun, kalau hati dan perasaan kurang bergejolak, tidak ada sepatah katapun keluar menjadi puisi. Namun apabila membuka kembali, lembaran-lembaran puisi yang lalu, aku dapat menemukan kembali potret peristiwa ketika puisi-puisi itu tercipta. Masuk dalam kategori orang yang melankolis kah?  He he...rupanya tidak hanya foto-foto lama yang membuatku teringat akan suatu peristiwa. Tersakiti, terinspirasi, tak berdaya serta semangat rupanya ada hubungannya dengan keadaan perasaan seseorang.

     Sekarang aku sedang duduk di bawah bayangan pohon sambil mendengarkan burung-burung berceloteh, mencoba menorehkan cerita atau puisi. Tapi rupanya orang lalu lalang lebih menarik buatku untuk diamati. Angin dingin yang menerpa membuatku tidak takut untuk menerima sapaan sinar matahari yang hangat.

     Yaa, inilah saat yang aku nantikan, ketika pertama kali mendapat kabar akan pindah ke Canberra, Australia. Duduk sendiri di taman, menikmati udara bersih serta bersyukur atas kesempatan yang diberikan. Memasuki minggu kedua sejak kami tiba di negeri Kangguru, ketika semua orang kembali beraktifitas dengan kesibukannya setelah liburan akhir tahun.

     Tidak ada orang yang peduli dengan urusan orang lain, namun sangat ramah apabila kita memerlukan bantuan. Berlawanan dari sifat yang selalu ingin tahu atau mencampuri urusan orang lain, tetapi penuh kecurigaan apabila ada yang berbuat baik. Uups... pikiran yang timbul ini adalah bahan koreksi diri. 

     Sementara puisi indah tidak kunjung tercipta untuk saat ini, mencerminkan perasaanku yang datar. Tetap semangat mengisi lembaran demi lembaran tahun 2015.

     Bismillahirohmannirohim...

Canberra Lake
By: tanitam@150105



Wednesday, November 19, 2014

Sudah 'membaca' apa hari ini?

Di pagi hari yang basah akibat hujan semalam, tetesan embun dari pohon yang tinggi, jatuh tepat di pergelangan tangan kananku. Saya tersenyum dan sedikit tertawa senang ketika menyadari itu. Mengapa tertawa? Karena memang sedang 'membaca' skenario Allah yang sudah 'menuliskan' bahwa tetesan itu akan jatuh di lengan kananku, bukan di bahu kiriku.

Dalam menghabiskan putaran 5 km lari pagiku, semua orang terlihat tanpa baju ketika saya 'membaca' bahwa semua orang adalah mahluk Nya, baik orang yang sedang berjalan, naik mobil, naik motor atau yang sedang olah raga lainnya. Tidak ada dasar apapun buat saya untuk menilai mereka karena saya hanya melihat semuanya adalah mahluk Allah yang sama. Hanya Allah yang dapat menilai. Tapi ketika logikaku mengambil dominasi penglihatan, dalam sekejap mereka berubah menjadi si Tukang sapu, Pelajar, Tukang Ojek, Pengusaha, Ibu rumah tangga, si 'kaya' atau si 'miskin', si cantik, si pendek atau si tinggi. Apakah saya perlu melabelkan setiap orang, dan mengabaikan waktu yang lebih berguna untuk meningkatkan ketaqwaaan diri kepada yang Maha Kuasa?


Membaca tanpa harus memegang buku, membaca dari setiap kejadian, membaca untuk lebih mendekatkan dengan Nya. Membaca untuk meningkatkan ketaqwaan. Membaca untuk lebih pintar dalam merasa. 

Inilah catatan hati untuk lebih memaknai perintah Iqro! Bacalah!



Sunday, July 20, 2014

Mamaku mengemasnya tanpa kotak

     Mamaku jago masak. Mulai dari roti, kue kering sampai bubur Menado. Mulai dari cheesecake, ayam isi dibulu sampai dengan pizza. Mulai dari goulash soup, lasagna sampai dengan puding caramel. Kamu sebut saja makanan lokal atau makanan internasional, dengan mudah mamaku mengolahnya dengan sempurna. Entah, mungkin  ada sense indicator di lidahnya yang membuat semuanya jadi pas. Terbiasa dengan masakan mama di rumah, membuatku mempunyai selera makan yg cukup mendunia dan berani mencoba semua jenis masakan.

     Selalu ada alasan buat mama untuk mengundang makan kerabat ke rumah. Dengan demikian mama bisa beraksi di dapur dengan segala menu yang akan disajikannnya di meja. Tidak ada hari ulang tahun kami, anaknya yang 4 orang, yang tidak dirayakan setiap tahunnya, berikut ulang tahun papa dan mama sendiri. Belum lagi hantaran untuk dibawa ke tempat kerabat yang punya hajatan, mama tidak pernah pergi ke suatu acara dengan tangan kosong. Ada saja makanan panas atau puding dan kue hasil karya dapurnya yang dibawa. Dan saya teringat, dulu papa suka  complain apabila aroma makanan yang melekat di mobil sampai beberapa hari, karena tumpah waktu dibawa.

     Perayaan Lebaran di rumah oma di Petojo untuk keluarga besar Tamimi dari papa, menu ketupat lengkap dengan sayur dan rendang dari dapur mama, turut memeriahkan meja saji di Hari Raya setiap tahunnya. Perayaan Hari Natal di rumah opa Piay untuk keluarga besar dari mama atau di beberapa tahun terakhir perayaan tiap tahunnya dirayakan di rumah mama, selalu ada menu nasi bungkus daun khas Menado, ayam Tuturuga dan ikan Rica-rica.
Ya.... mama selalu bisa mengatur waktu untuk memasak di setiap kesempatan. Baik pesta kecil atau pesta besar. Kalau menu yang akan disajikan bermacam-macam, mulai 2 hari sebelumnya, untuk menu dessert sudah mulai disiapkan. 

     Melihat dari ritual perayaan hari besar yang selalu sama bobot perhatiannya oleh mama untuk menyiapkan hidangan itulah, mengajari aku akan sikap toleransi yang besar. Tidak ada batasan kepada siapa kita mau berbuat baik atau bersedekah. Dalam kehidupan mama tidak pernah mengajarkan kami untuk memilah-milah kelompok. Banyak contoh baik yang selalu aku ambil dari tauladan mama. Setiap bulan Ramadhan, mama menemani kami yang bersahur. Setiap hari Minggu pula mama tidak pernah absen beribadah. Banyak keluarga atau kerabat yang kurang beruntung menjadi target mama untuk beramal. 

     Sejak kecil kami tidak dikenalkan untuk berprasangka negatif. Selama kita punya kegiatan atau niatan positif, insya Allah efeknya pun positif bagi semua golongan. Teringat ketika di antara kami ada yang bertengkar, maka mama akan menyanyikan lagu ciptaan mama sendiri, yaitu "Damai di bumi." Berlanjut lagi setelah kami masing-masing sudah mempunyai anak, cucunya oma pun akan dinyanyikan lagu yang sama bila bertengkar. 

     Universal, jangan dikemas dalam kotak, akan menyempitkan kita dalam bersosialisasi. Hubungan antar manusia sebaiknya bebas tanpa batasan, sehingga tidak mengecilkan ruang bergerak dan cara berpikir kita. Aku percaya, bisa berada di sini, baik secara bathin dan spiritual karena mama yang hebat yang telah membesarkanku. Bathinku kaya karena terbiasa dengan perbedaan. Sedangkan keyakinan spiritualku adalah hal unik yang terbentuk dari perjalanan hidupku, sedari lahir, tumbuh berkembang dan dewasa. 

     Terima kasih ya Allah



In memory of my mother, Betty Piay Tamimi
9 Januari 1937 - 12 Juli 2014

by: tanitam 140719

Saturday, June 28, 2014

Di Balik Hujan

Tidak tenang hatiku mendengar hujan deras dan petir menggelegar sejak dini hari ini. Terbayang taksi yang belum kupesan semalam karena kutunda untuk dikerjakan pagi ini. Terbayang kemacetan yang akan menghadang di perjalanan menuju bandara nanti. Terbayang juga barang-barang yang akan dibawa belum terkumpul dalam koper. Penuh sesak kepala ini dengan pikiran yang menakutkan, takut ketinggalan pesawat ke Surabaya.

Bangun, langsung telpon untuk pesan taksi.....sibuk .....nada sibuk terus. Waaah bagaimana ini. Bangunin Chani supaya tidak terlambat, karena hujan masih terus turun di luar sana, tapi supir yang biasa mengantarnya belum datang juga.

Bangunin Yosi, dengan alasan yang sama, hanya dia agak siang jam kuliahnya.

Antar Chani ke lantai bawah, karena perlu bantuan bawa koper untuk kost di rumah tante Maya. Tapi supir belum datang juga. Harus maklum, karena hujan lebat memang bukan main di luar sana. 

Akhirnya datang, pak supir, kasihan, basah kuyup. Walau agak telat, berangkat juga  naik mobil menuju tempat aktivitasnya.

Kembali ke lantai atas untuk mencoba menghubungi taksi lagi, sibuk....nada sibuk terus..... Aarrrgh, apakah aku harus berjalan kaki ke bandara?

Okay.... harus tetap tenang dan berpikir satu persatu. 

"Kalau mama enggak dapat taksi, biar kuantar, ma," Yosi menawarkan diri, walau dia ada kuliah pagi ini. Agak teredam panikku, mendengar tawaran tersebut. Tapi kasihan kalau dia sampai tidak masuk kuliah hanya karena mengantarkanku.

Sebaiknya aku mandi dulu. Sambil dandan mencoba telpon taksi lagi..... masih nada sibuk. Baru kusadari korelasi antara hujan deras dengan sulitnya menghubungi taksi. Menyesal tidak kulakukan hal ini semalam. Beresin koper dulu deh. 

"Ma, jalanan di depan kompleks banjir," laporan pandangan mata Chani per telepon. Hai...bisa enggak berangkat nih kalo tambah tinggi airnya.

Coba telepon taksi lagi, ......yeaaayy, akhirnya dapat juga saya pesan taksi. Masih ada setengah jam lagi sebelum taksi datang.
Yosi pamit berangkat kuliah. "Terimakasih ya, Yos, atas kebaikan hatimu menawarkan jasa dan sedia berkorban." 

Masih ada waktu untuk membereskan, mengatur keperluan rumah dan mendelegasikan kepada asisten rumah tangga, sebelum berangkat. Done!

Jam 8, waktunya berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta. Hujan masih turun deras. 
"Selamat pagi, bu," sapa supir taksi dengan ramah. 
"Selamat pagi, ke bandara ya , pak." 
"Baik bu, ibu pilih lewat mana?" 
"Lewat manapun yang enggak pake macet, pak." 
"Kita lewat tol aja ya, bu."
"Kenapa bapak milih jalah itu, alasannya?"
"Kalau saya disuruh spekulasi, saya milih jalan itu bu, kalau lewat belakang saya enggak jamin hambatannya dalam keadaan hujan begini."
"Oke, silahkan, pak," saya percaya saja, karena kan supir taksi yang paling tahu situasi di jalan. Hujan masih turun saja. Istilah kebanyakan orang, hujannya awet.
Hati masih juga gelisah karena ketidaktahuan tentang situasi jalan ke bandara.

Sambil di jalan, ngecek keberadaan anak-anak.

Selama di perjalanan, sempat macet di 2 titik. Beruntung, dengan kelihaian sang supir, dapat berkelit juga mengatasi simpul-simpul tersebut. 

Di bayang-bayang jalanan dan pepohonan yang masih basah di luar kaca jendela mobil taksi, saya mulai merenung dan menenangkan diri. Cuaca hati terbentuk karena faktor luar. Menyesal... beberapa pekerjaan saya tunda semalam, berakibat persiapan yang terburu-buru dengan adanya variable tambahan berupa hujan deras. 


Menarik nafas panjang dan menghelanya, ternyata kapanikan tidak perlu berlanjut, karena sebetulnya saya sudah mengambil toleransi waktu yang cukup untuk membuat saya tidak terlambat sampai di bandara. 


Hujan adalah hujan, mau deras atau berangin sudah berlangsung sejak dahulu kala. 

Saat yang tidak tepat menurut waktu kita, belum tentu bagi orang lain. Kalau hujan adalah salah satu variabel hambatan buat kamu, dengan perhitungan yang penuh toleransi pasti dapat kau atasi. Jadikan pengalaman rutin sebagai guru bagimu, tapi jangan pernah salahkan hujan untuk hari tak biasamu.

By : tanitam 140602



Sunday, December 8, 2013

Sarang Nyaman

Semua mahluk hidup ingin hidup nyaman. 
Burung membangun sangkar untuk membuat hidupnya nyaman,
Kelinci liar membuat lubang di semak untuk membuat sarang sebagai rumah tempatnya pulang. Binatang ternakpun dibuatkan kandang agar bisa nyaman.

Sebagai manusia tentulah rumah merupakan kebutuhan yang paling mendasar.
Bagaimana kriteria rumah nyaman bagi seseorang, tentulah berlatarkan gaya hidup dari yang bersangkutan.

Dalam rangka menciptakan rumah nyaman ini, bagi kami sang "penjelajah"' mau tidak mau terasah keahlian kami untuk menciptakan "sarang".
Bagaikan burung yang sarangnya selalu terhembus angin besar, maka tiap kali pula sarang akan dibangun kembali.
Begitulah kami, setiap mendapat amanah untuk bertugas di tempat baru, salah satunya adalah kembali untuk berjuang menciptakan sarang nyaman kami.

Minimal sudah 8 kali kami berpindah tempat, sebanyak 8 kali pula kami menata rumah yang berbeda. Seiring dengan tumbuhnya keluarga kami, berbeda pula kebutuhan standar nyaman yang kami ciptakan.

Sarang pertama yang kami ciptakan adalah rumah kontrakan di Perumahan Bukit Sejahtera, Palembang. Bagi pengantin baru, dengan rumah berkamar 3, pastilah terasa sanggat longgar. Ada beberapa cara kreatif yang kami ciptakan untuk memenuhi kebutuhan perangkat rumah. Seperti meja yang terbuat dari kardus kulkas terbungkus taplak meja, tempat nangkringnya TV 14" kami, sebelum akhirnya berganti wujud dengan kabinet yang sebenarnya.


"Rumah-rumahan" tempat bermain anak pertama kami adalah kardus bekas mesin cuci yang kami lubangi untuk pintu dan jendela. Bukan hanya si anak yang senang, kami pun bahagia. Walau sederhana, namun rumah-rumahan ini sanggup bertahan sampai Chani pun bosan bermain dengannya.



Ketika harus menumpang di rumah orang tua di Jakarta, karena suami bertugas di daerah operasi di Georgia, saya dan anak-anak menempati bagian atas rumah dan membangun sarang nyaman kami. Walau hanya ukuran kamar 3mx6m, buat saya saat itu sangat nyaman sekali. Selain terdapat barang-barang memorable dari masa kanak-kanak, saya dapat pula menikmati masakan mama, dan selalu berada dekat dengan orangtua.

Ke kota Palembang kembali, di akhir tahun 1997, kami menempati rumah dinas di jalan Hang Jebat.  Menata rumah yang berbeda dengan barang-barang lama dari rumah di Palembang sebelumnya, memerlukan tantangan sendiri. Kursi yang semula kami tata dengan bentuk 'L', di sini kami harus letakkan dgn bentuk 'U'. 
Nyaman? Sudah pasti lah!
Satu hal yang harus dilakukan di Palembang adalah menampung air sesuai jam gilirannya. Kebetulan kami selalu kebagian giliran jam 22.00. Rata-rata rumah di Palembang memiliki bak penampungan yang besar (pada masa itu). Jadi setiap jam tsb, kami mulai menyalakan pompa air untuk memenuhi bak penampungan air, guna konsumsi sehari. 



Keistimewaan rumah kami ini adalah berada di atas bukit kecil, sehingga dibandingkan dengan tetangga depan, kami harus menaiki 17 anak tangga untuk sampai beranda atau mendaki jalan mobil menuju garasi. (Pada Foto di atas, adalah pandangan dari teras rumah bukit kami) 


Selanjutnya adalah Jakarta, kali ini kami menempati rumah dinas mertua yang kebetulan kosong. Dengan bangunan yang sangat  besar dan terdiri dari 2 lantai, kami menempati kamar di lantai atas. Batasan nyaman yang kami ciptakaan hanyalah sebatas ruangan yang kami pakai. Karena walaupun penghuni rumah hanya kami berempat, namun penataan ruangan lainnya bukanlah kuasa kami. 
Di rumah ini pula kami melalui masa kekacauan kota Jakarta, dari peristiwa digulingkannya Presiden Suharto akibat dari gerakan reformasi. 
Setelah itu tibalah masa dimana nilai mata uang rupiah merosot dibandingkan dengan US dolar. Menjadi suatu kebetulan yang menguntungkan, tabungan dolar kami menjadi cukup untuk membeli rumah. Maka jadilah rumah impian kami, rumah milik sendiri yang dapat kami banggakan karena hasil keringat kerja yang selama ini kami simpan. 

Di  kawasan Alam Sutera Serpong, istana kami berdiri megah di tahun 1998. Rumah mungil berhalaman luas di belakang, saya tanami beberapa tanaman yang bermanfaat, seperti singkong, cabai dan lain2. Nyaman? Sudah pasti, karena anak-anak dapat bermain dengan leluasa di rumah ini. Juga sekolah yang hanya berjarak kurang dari 2 km, memudahkan aktivitas keluarga sehari-hari. Sempat menikmati selama 5 tahun di rumah ini, selanjutnya kami harus pindah ke kota Makassar.


Rumah Dinas yang cukup besar di Kota Makassar harus kami perbaiki sedikit. Lantai semen yang ditutupi karpet plastik, kami perbaharui dengan lantai keramik, cat rumah kami percantik dengan ornamen yang agak berbeda. Nyaman? Sangat nyaman! Mengingat kota Ujung Pandang tidak terlalu jauh jarak tempuh antar satu tempat tujuan ke tempat tujuan lainnya, sangat mendukung kenyaman hidup kami. Sayangnya... kami hanya dapat menikmati tinggal di kota ini selama 1 tahun 2 bulan. Cukup singkat namun sangat berkesan. Hampir setiap sore saya bisa bermain voli dengan ibu-ibu yang tinggal di asrama dekat rumah. Nilai plus yang saya peroleh, saya 'kuasai' bermain voli, walau tidak dapat dikatakan 'mahir'.

Ke Jakarta kami kembali, tepatnya ke rumah milik kami yang selanjutnya saya katakan 'home base'. Karena selama setahun suami saya harus menyelesaikan sekolah Pasca Sarjananya di Singapura.

Selanjutnya tahun 2005-2006, suami saya berdinas di Kota Surabaya. Walaupun tersedia rumah dinas, saya dan anak-anak tidak boyongan pindah ke kota ini, mengantisipasi perpindahan dinas yang berjangka waktu pendek. Namun ini semua tidak membuat saya lepas tangan dalam penataan rumah. Karena minimal 5 hari dalam sebulan saya pasti mendampingi suami di rumah ini. Pohon Mangga yang rimbun dan kicauan burung2 peliharaan juga meramaikan suasana rumah Surabaya ini. Lokasi melekat dengan kantor suami berdinas, membuat rumah di Surabaya ini cukup ramai. Masa dinas di Surabaya sama dengan masa dinas di Makassar yang hanya 1 tahun  2 bulan, selanjutnya suami berdinas di Sudan, tanpa membawa keluarga.

Kembali ke  'home base' di Jakarta,  saya dan anak-anak melanjutkan aktivitas rutin, anak-anak sekolah dan saya bekerja di kantor. Berlanjut sampai kira-kira tiga tahun.

Boyongan selanjutnya di tahun 2009, adalah ke Ankara, Turki. Di kota ini kami juga mendapat tugas untuk pembukaan kantor atau membangun kembali kantor perwakilan yang sudah tutup sejak tahun 1998. Pilihan pertama kami adalah menempati rumah apartemen. Apartemen yang kami tempati selama setahun ini luasnya 200m persegi, dengan jumlah 3 kamar serta ruang dapur yang luas serta lengkap dengan peralatan modern dan juga ruang keluarga yang nyaman ditambah 1 ruangan dengan istilah 'salon', dimana biasanya bagi orang Turki, di ruangan tersebut adalah ruang entertainment, tapi kami aktifkan sebagai ruang tidur tamu. 









Seiring dengan pemekaran kantor, setahun kemudian kami diharuskan pindah ke rumah bukan apartemen yang cukup representative. Rumah ini memiliki pekarangan cukup luas terdiri dari 3 lantai, plus 1 lantai basement. Dari pengalaman, selera, kebutuhan dan konsultasi dengan ahlinya, kami mendandani rumah megah tersebut dengan sentuhan Indonesia. Nyaman yang kami ciptakan diharapkan bukan hanya untuk kami sekeluarga, tapi nyaman juga bagi tamu-tamu kami yang terdiri dari teman-teman manca negara, dan teman-teman setanah air yang sedang berada di Ankara. 




Saya menyukai taman di halaman depan karena ada bunga Tulip yang siap bermekaran di tiap akhir bulan Maret. Tahukah anda, bunga Tulip akan bermekaran dengan indahnya, apabila tunas yang berbentuk seperti bawang bombay sudah tersentuh lelehan air salju.



Keistimewaan lainnya adalah ada lift di dalam rumah, memudahkan kebutuhan transportasi vertikal. 
Dengan 6 kamar di dalamnya, memungkinkan kami menampung tamu yang perlu bermalam.

Melalui 4 musim selama 3 kali, waktunya kami kembali ke tanah air, ke 'home base' kami. 
Rupanya untuk rumah yang ditinggal pemiliknya selama 3 tahun, walau ada penjaga rumah, perbaikan di beberapa tempat sangat diperlukan untuk mengembalikan  kenyamanannya. Sementara renovasi rumah dilaksanakan, kami mengontrak di cluster lain masih di daerah Alam Sutera, selama 9 bulan.
Sebentar saja, tapi tetap memerlukan tenaga dan pikiran untuk menciptakan sarang nyaman.

Selanjutnya, kami menikmati 'our new home base'. Perlahan kami lengkapi sesuai kebutuhan kami, sekalian mensortir barang-barang lama kami yang sudah tidak kami pakai. Satu ruangan yang sangat saya banggakan adalah ruang 'powder room', dimana kami memasang dinding keramik dekorasi khas Turki di ruangan tersebut. 
 Alhamdulillah, kami dapat menempati rumah kami tersebut selama 4 bulan, sebelum kami harus membangun sarang berikutnya di Surabaya karena perpindahan dinas suami, awal bulan November 2013.


Inilah cara kami sang penjelajah membangun sarang nyaman. Lelah? Tentu saja tidak! Semangat selalu ada, hanya saja sayangnya dengan berlalunya waktu, kami harus bersedia tinggal berdua, disebabkan kedua anak kami yang sebelumnya selalu mengikuti kemanapun kami pergi, harus menetap untuk menyelesaikan studi mereka di kota yang berbeda. 

Di rumah Surabaya ini nyaman yang perlu kami garis bawahi, sama seperti di tempat lainnya selain kota Jakarta, adalah tempat aktivitas yang sangat berdekatan. Waktu satu hari dapat kami manfaatkan dengan sangat efisien.


Layaknya cerita bersambung yang masih berlanjut, kami juga selalu menunggu lanjutan ceritanya..... setelah ini rumah nyaman yang model seperti apa lagi yang akan kami tempati berikutnya. 

By: tanitam@131211 

Sunday, November 3, 2013

Hijrahku

Melangkah untuk lebih dekat dengan Allah SWT serta berjalan di koridor Nya......  

Bismillahirohmannirohim, kumantapkan hati untuk lebih tertutup. Kolbu  ini sudah  lama terpanggil namun terkaburkan dengan nafsu duniawi. Mengapa selalu ingin mengabaikan janji Allah yang sudah pasti, hanya karena hati ragu yang tak berujung.
Malu rasanya mengapa memerlukan waktu yang begitu lama, sedangkan nikmat dan karunia berlimpah tidak henti-hentinya tercurah.


Tak kuingkari hasrat berpenampilan baik dan trendy sesuai standar seleraku di hadapan publik menjadi patokanku berbusana sebelumnya, serta persepsi bahwa berkerudung adalah tidak modis. 
Astaghfirulloh...... Rupanya target cantikku perlu di koreksi..... agar selaras dengan buku manual  Allah SWT, Al-Quran.  
Cantik di hadapan Allah SWT lah yang menjadi standarku sekarang. 



Subhanallah.....teman-teman yang seiman dan sepaham menyambut dengan suka cita serta merangkulku lebih mesra, mendoakan agar terjaga hijrahku dalam berjilbab, walau tak kurang kerabat ada yang kontra.


Ya Allah, mudahkan jalanku untuk taat kepada Mu.

Aamiin.


Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan) dari semesta alam.  (Al'Ankabuut ayat 6)



Semoga share ini dapat menjadi inspirasi buat para sahabat.
by : tanitam@131103






Saturday, July 13, 2013

Hanya Tahta yang Runtuh

By :tanitam@130619

Berbunga bias kata tersurat
Menusuk selaput lembar terkoyak
Tiada arah kautujukan
Mengoyak sukma yang peka

Menjurus sajalah ungkap
Pribadi tepat dibidikan
Kurangi beban terluka
Tiada fitnah tercipta

Bijaksana mengayuh biduk
Bahtera kukuh menantang
Serasi habitat tercipta
Damai sekitar terbentuk nyata

Apakah yang engkau kesalkan
Tumpah berserak hambur berantakan
Biar bicaralah pasti
Bangun serasi guyub sekitar

Hati yang kuat tiada perduli
Karena tujuan tidak berubah
Sayang disayang tahta bergoyang
Sebab tuturan kata salah tertuju