Saya mengadakan riset kecil-kecilan, yaitu dengan menyapa orang yang tidak dikenal di jalan. Reaksi yang terjadi belum tentu seperti prediksi kita, dapat menambah wawasan psikologi awam.
Ketika bertempat tinggal di Ankara,
Turki, setiap 2 kali seminggu saya sempatkan jalan di hutan dekat tempat
tinggal saya. Hutan tersebut sangat nyaman untuk warga berolahraga sepanjang
hari, baik di musim salju maupun musim panas. Minimal dalam 1 jam berjalan atau
berlari saya berpapasan dengan 25 orang. Ketika sedang menjalankan aksi sapa,
tidak memandang usia, semua saya tegur. "Gunaydin", "Iyi
Gunlar" ("Good morning", "Have a nice day"). Sebagian
besar mereka menyapa kembali, mungkin dari kultur budaya orang Turki yang senang
bersapaan, namun persentasenya lebih banyak warga yang sudah separuh baya
membalas sapaan saya, baik wanita maupun pria. Untuk yang lebih muda, biasanya
mereka ragu untuk membalas sapaan saya, mungkin karena saya "yabanci"
(orang asing).
Kebiasaan berlari atau berjalan di
hutan kota, saya lanjutkan ketika saya kembali ke rumah tinggal saya di kawasan
Serpong. Beruntung saya tinggal di kawasan ini karena sisi pejalan kaki
tersedia sepanjang kawasan dan dinaungi dengan pepohonan yang rindang.
Otomatis setelah lama tinggal di
Ankara, saya menjadi warga baru lagi di lingkungan rumah tinggal ini. Banyak
orang yang tidak saya kenal berpapasan dengan saya di area pejalan kaki ini.
Saya lanjutkan aksi sapa saya kepada orang yang belum saya kenal di jalan.
Ternyata sebagian besar reaksinya adalah ragu untuk membalas, walau saya senang
karena beberapa orang tanpa ragu balas sapaan saya meskipun hanya dengan
tersenyum.
Pagi ini, ketika saya sudah letih
berlari, sambil melamun saya berjalan pulang, malah saya yang dikejutkan oleh
sapaan ibu2 penyapu jalan, "berolah raga, bu?" Spontan saya jawab,
"iya bu, mari." Senang sekali saya disapa seperti itu. Langsung
melunturkan teori saya tentang orang Indonesia yang sudah malas beramah tamah.
Sekitar 7 tahun yang lalu, selama
setahun saya terpisah dengan suami saya karena alasan pekerjaan. Suami bekerja
di Surabaya dan saya di Tangerang. Setiap 2 minggu di akhir pekan saya menengok
suami di Surabaya dengan pesawat terbang. Pada setiap kesempatan tidak saya
sia-siakan untuk tidak menegur teman duduk saya di bangku sebelah. "Selamat
sore, pak/bu, apakah bapak/ibu tinggal di Surabaya?" Biasanya inilah
kalimat pembuka saya untuk menyapa orang. Reaksi yang saya dapatkan sangat
bervariasi, ada yang hanya menjawab seperlunya, tapi ada juga yang jadi
bercerita panjang lebar tentang dirinya bahkan sedikit curhat. Ha ha
ha....enggak apa-apa, setidaknya saya punya pembanding antara kisah hidupnya
dengan kisah hidup saya sendiri, yang pada akhirnya saya selalu bersyukur
bagaimana Allah sangat sayang telah memberikan yang lebih baik kepada saya.
Suatu ketika saya mendapatkan teman
seperjalanan seorang bapak yang sangat serius dengan bisnisnya. Reaksi pertama
dari sapaan saya adalah hanya iya atau tidak. Karena tidak dapat respon yang
hangat, maka saya penasaran pengen mengupas lebih jauh lagi, tipe bapak seperti
apakah orang ini? Makanya tanpa ditanya saya lanjut saja bercerita bagaimana
senangnya saya dan keluarga pergi ke Taman Safari Jawa Timur. Rupanya bapak
tersebut tidak pernah mengajak keluarganya berjalan-jalan selain ke mall di
Surabaya, karena alasan kesibukan bisnisnya. Anak2nya sekitar 5 tahun dan
7 tahun, istrinya adalah ibu rumah tangga. Timbul gagasan misi untuk membantu
istri dan anak-anaknya supaya diajak berpergian dengan lebih menyenangkan
(menurut saya), maka dengan gaya yang menarik saya pengaruhi bagaimana liburan
yang berbeda dapat diciptakan dengan tidak sekedar jalan di mall. Rupanya
cerita saya ini menggugah perhatiannya, sehingga perjalanan sekitar 1 jam itu
menjadi sangat mengasyikkan. Di akhir perjalanan, dengan antusias bapak
tersebut bertekad untuk membawa keluarga berlibur tidak hanya ke mall. Yes,
terbayang wajah bahagia keluarganya di rumah apabila bapak yang sibuk ini
menawarkan liburan yang berbeda.
Dengan menyapa orang yang belum
dikenal, lebih memberikan efek positif bagi saya. Walaupun kisah yang
dituturkan lawan bicara tidak selalu beraura positif. Pada akhirnya saya
dapat menginti-sarikan satu benang merah kehidupan. Dimana sebenarnya
kebahagiaan kita adalah tentang diri kita sendiri. Kalau lawan bicara kita
sedang punya masalah, ada aura negatif yang jangan turut kita serap, tapi malah
kita netralkan.
Pada suatu ketika, saya mengantarkan tamu yang berlibur ke Capadocia. Dimana tempat wisata ini sangat terkenal di seluruh dunia sehingga turisnyapun selalu dari pelosok belahan dunia. Saya sendiri sudah beberapa kali berkunjung ke tempat wisata itu sehingga yang menarik buat saya adalah keberagaman pengunjungnya. Melihat ada rombongan dari Indonesia, saya mencoba menyapa dengan bertanya kepada salah seorang dari rombongan yang sedang berjalan di tangga," Bapak dari Indonesia ya?" Bukannya mau ngagetin, tapi ko' sepertinya bapak yang kira-kira berusia 30 tahun itu terkejut disapa saya dalam bahasa Indonesia. Dan jawabannya pun adalah, "Yes, we are from Indonesia." Kali ini saya yang terkejut, bapak ini tadi ngomong sama temennya pake bahasa Indonesia, tapi ko' disapa saya yang juga orang Indonesia jadi pake bahasa Inggris ya?? Mungkin harus begitu ya reaksinya disapa orang yang belum dikenal di negeri asing. Ha ha ha... setiap mengenang kejadian itu saya tergelak sendiri. Keinginan saya untuk ngobrol dengan berbasabasi ala Indonesia jadi gagal, karena bapak tadi sepertinya tidak berani saya sapa, dia langsung ngeloyor ninggalin saya bergabung dengan rombongannya. Hhhmm.... saya malah kasihan sama dia, sebetulnya apa yang mengancam dia dalam hidupnya ya?
Saya pernah tidak yakin dengan
penampilan 3 orang lelaki tanggung berbadan tegap yang mau tidak mau pasti
berpapasan di area pejalan kaki sekitar rumah. Sudah dari jarak 20 langkah saya
yakinkan hati bahwa mereka adalah orang-orang baik, dengan sedikit keraguan dalam
menilai penampilan mereka. Niat menjalankan aksi sapa hampir luntur, tapi
dengan berdoa supaya semua berjalan positif, saya sapa juga rombongan tersebut
dengan detak jantung tak karuan. Plong!! Mereka membalas sapaan saya dengan
manis tanpa ada sedikitpun kesan menggoda.